Filosofi Rahasia dalam Rempah Rendang
![]() |
Sumber: Source jejaknesia.com |
Asal Usul Rendang dalam Catatan Sejarah
The word “rendang”—berasal dari Minangkabau “randang”—terdokumentasi dalam naskah Melayu abad ke-16, Hikayat Amir Hamzah, yang menyebut “merendang” sebagai teknik memasak dan rendang sebagai hidangan hasilnya. Nama ini kemudian muncul dalam kamus Melayu-Belanda abad ke-17, merujuk pada cara menggoreng atau memasak hingga kering.
Di Sumatera Barat, Balai Pelestarian Nilai Budaya mencatat asal kata “randang” dari “marandang”, yang artinya memasak lauk berbahan santan hingga kering — membentuk rendang seperti dikenal sekarang.
Menurut beberapa sumber etnografi, rendang diduga mulai dikenal sejak era Kerajaan Pagaruyung (1347–1375 M) pada masa Raja Adityawarman.
Filosofi dan Simbol Budaya Minangkabau
Rendang bukan sekadar makanan, tapi simbol nilai kehidupan Minangkabau. Berdasarkan filosofi yang dikutip dari Wynda Dwi Amalia dan dikaji Tirto, empat bahan utama melambangkan struktur sosial:
- Daging (dagiang) → niniak mamak (pemimpin adat)
- Kelapa (karambia) → cadiak pandai (kaum intelektual)
- Cabai (lado) → alim ulama (pendidik agama)
- Bumbu (pemasak) → masyarakat secara keseluruhan
Nilai seperti musyawarah dan mufakat tercermin dalam proses memasak yang butuh kesabaran dan kebersamaan.
Ritual Adat dan Fungsi Seremonial Rendang
Rendang lazim disajikan dalam berbagai upacara adat Minangkabau—acara pernikahan, kenduri, syukuran—karena dianggap simbol kehormatan dan kebersamaan. Proses memasaknya yang panjang (bisa hingga delapan jam) juga menjadi ritual bersama, mempererat ikatan sosial.
Penyebaran Rendang ke Asia Tenggara
Perantau Minangkabau membawa rendang sebagai bekal tahan lama saat merantau ke Selat Malaka, Singapura, Malaysia dan wilayah Asia Tenggara lainnya. Adaptasi lokal pun muncul, menjadikan rendang dikenal di berbagai komunitas Melayu dan diaspora.
Rendang sebagai Gastrodiplomasi Modern
Pada tahun 2011, CNN International menobatkan rendang sebagai salah satu makanan terenak di dunia. Sejak itu, Indonesia semakin gencar mempromosikan rendang sebagai ikon kuliner nasional dalam strategi gastrodiplomasi, menarik atensi internasional dalam festival makanan.
Teknik Memasak dan Keawetan Rendang
Rendang diawetkan tanpa bahan kimia, melalui pemasakan santan dan rempah secara perlahan hingga mengering, sehingga tahan berhari-hari atau berminggu-minggu. Bahannya ringan antimikroba alami dan teknis pemasakan lambat memperkuat daya tahan tersebut.
Rendang adalah jembatan antara sejarah, budaya, dan diplomasi kuliner Indonesia. Ia hidup dalam naskah Melayu abad ke-16, filosofi Minangkabau, ritual adat, dan strategi diplomatik modern. Sebuah hidangan yang menyatukan—dari dapur tradisional hingga meja dunia.
Dengan setiap suap rendang, kita merasakan warisan, nilai, dan kebanggaan bangsa dalam setiap butir rempahnya.
Referensi
- Journal of Ethnic Foods – "Tracing the origins of rendang and its development"
- Wikipedia – Sejarah, filosofi, dan distribusi rendang
- Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat – Asal kata "marandang"
- Cookin.ID / PeMad – Sejarah rendang sejak abad ke-16 dan Pagaruyung
- Tirto.id – Filosofi rendang dalam struktur sosial Minangkabau
- Kotabukittinggi.com – Proses memasak tradisional
- Narasipost – Fungsi seremonial rendang
- ResearchGate dan PDF UI – Gastrodiplomasi melalui rendang
- ResearchGate – Penyebaran rendang di Asia Tenggara
Posting Komentar